Kamis, 28 Mei 2020

Hamil dan Melahirkan di Jerman
(Part 2) Trimester Pertama, Dokter Kandungan dan Standar Pemeriksaan Ibu Hamil di Jerman

Sama dengan kehamilan pertama, kehamilan kedua saya cenderung “flat” dan tidak “neko-neko”. Hampir tidak pernah saya merasa mual apalagi meriang. Saya juga tidak pernah tahu bagaimana rasanya “ngidam”.
Segera setelah dua garis biru muncul, kami mencari informasi tentang dokter kandungan yang cocok. Kriteria pertama adalah “perempuan”. Bukan tanpa alasan. Di sini, setiap kali periksa, dokter kandungan akan melakukan pemeriksaan miss v (vaginal untersuchung) dengan memasukkan satu atau dua jari ke dalamnya sementara meletakkan satu tangan di atas perut. Ini dimaksudkan untuk memeriksa kemungkinan tanda-tanda kista, keputihan abnormal, iritasi, serta penge-chek-an kondisi mulut rahim dan yang paling urgen memastikan air ketuban tidak rembes. Kebayang kan bagaimana tidak nyamannya jika dokter kandungannya laki-laki?
Kriteria kedua adalah “familiar dengan wanita berjilbab”. Dokter jenis ini tidak akan banyak “cing-cong” jika mendapati sesekali seorang muslimah yang sedang hamil mengqodho’ puasa ramadhannya tahun lalu. Ia juga tidak akan sembarangan merekomendasikan vitamin yang ada kandungan ekstrak babinya.
Dua itu saja kriteria yang kami pakai. Sejak menyelesaikan Integration Course (kursus intensif Bahasa Jerman untuk orang asing yang ingin tinggal lama di Jerman), kemampuan berbahasa Inggris si Dokter tidak lagi signifikan. 
Dari tetangga asal Palestina dan teman kursus asal Algeria, saya menemukan Dokter yang pas. Lokasi praktiknya strategis. Tepat di tengah kota Freiburg sebelum persimpangan Bertoldsbrunnen. Dokter kami ramah. Terkadang sok akrab malah. Selalu ia berbasa-basi menanyakan ini-itu tentang Indonesia. Secara umum pelayanannya baik, hanya kadang sangking ramainya, waktu tunggunya melebihi batas wajar.
 Pemeriksaan pertama lancar. Ultrasonografi (USG) telah dan akan dilakukan setiap kunjungan. Segera saya dibuatkan jadwal untuk periksa kembali setiap 4 minggu sekali selama 3 bulan ke depan. Nanti di bulan ke-8 kehamilan, kontrol dan cek USG dijadwalkan sekali dalam empat belas hari.
Asuransi kesehatan di Jerman adalah satu di antara yang terbaik. Ia mencakup hampir semua jenis tindakan kesehatan yang sifatnya kuratif. Asuransi publik yang kami pakai menanggung semua biaya kunjungan ke fasilitas kesehatan sejak awal konsultasi kehamilan hingga nanti melahirkan. Termasuk biaya kunjungan perawat ke rumah lima sampai enam kali pasca melahirkan. Satu-satunya biaya yang kami keluarkan adalah untuk pembelian vitamin yang sebenarnya sunnah saja hukumnya.
Justru yang wajib dan terbilang sering dilakukan adalah serangkaian tes laboratorium. Di setiap kunjungan, tes urin adalah wajib. Tes ini ditujukan untuk pemantauan saluran kemih ibu hamil. Tes darah juga beberapa kali dilakukan. Pada awal kehamilan, sampel darah diambil untuk mengetahui resiko Toksoplasmosis (infeksi parasit T. gondii saat kehamilan, biasanya disebabkan oleh kontak langsung dengan hewan peliharaan yang tidak terawat). Di trimester kedua, darah kembali dites untuk cek kemungkinan adanya virus HIV.  Di waktu yang sama, dilakukan tes Screptococcus Group B (bakteri di daerah kewanitaan). Dalam kasus saya, semuanya negatif.
Yang tidak akan saya lupa adalah tes darah untuk pemantauan kadar gula (diabetes). Tes ini harus saya lakukan hingga dua kali karena pihak rumah sakit tempat saya akan melahirkan sempat meragukan hasil tes pertama oleh Dokter kandungan. Secara lebih rinci akan saya ceritakan di bab empat sekuel ini mengenai kekhawatiran saya tentang “bayi besar”.
Di awal Oktober (usia kandungan 2 bulan), dokter juga memberikan imunisasi Flue (GrippeInfung), tindakan pencegahan yang sangat terasa manfaatnya ketika di bulan Januari, keluarga kami terserang virus H3N2 (Influenza A). Imunisasi Flue ini sangat jamak bagi orang Jerman. Menjelang musim dingin, cuaca dingin dan suhu udara yang lembab membuat tubuh lebih rentan terhadap berbagai jenis virus. 
Saat suami dan si sulung berjuang melawan flue, si ibu hamil sigap memberi back up: mengkompres, memasak, mengukur suhu tubuh, meminumkan obat hingga berbelanja dan menyiapkan buah-buahan serta camilan sehat.
Di saat-saat seperti ini, saya merasa menjadi Wonder Woman, petarung wanita yang tangguh. Sumber tenaga saya adalah cinta, pada suami, pada si sulung dan pada jabang bayi yang akan lahir ke dunia beberapa bulan kemudian.
Bersambung . . .



2 komentar:

  1. Kàaak ros, galpoook akuu...blog mu temane berjalanlah selagi lututmu masih sehat, duuh krosooo bgt iki lg loro dengkul wes sesasih..����

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sakit opo pin? Nyuwun dipijetne kunu ndang,,, cepet sembuh ya,,

      Hapus